Teacher Zaman Now: “Kami Datang Untuk Mu Nak Para Kids Zaman Now”

Oleh : Intan Purnama Utama, S.Pd

Sering kita lihat postingan di medsos saat ini anak SMP yang sedang selfi dengan mengacungan parang, atau foto selfi yang wajahnya ditutupi oleh telapak tangannya (duh kalau malu jangan selfi nak), atau yang lebih menyedihkan sekaligus mencabik cabik jiwa dan perasaan penulis yang masih single upss! (Jadi curhat) yaitu selfi mereka si anak dengan seragam merah putih yang dikasih caption “jangan lupa makan tyaank eaa bun bun chayank” ya ampun itu anak sd disuruh makan tiang (debus mungkin). Kembali ke topik, bayang kan saja mereka yang masih pakai merah puith lalu memanggil lawan jenisnya atau pacar katanya dengan bun bun, ada juga yang panggil mamah papah, atau mami papi (kok ga ada yang panggil nyak babe kan lebih Indonesia) lalu kalau putus kalian gimana nak? Bercerai gitu? Dan semua yang mereka posting selalu di beri tagar (tanda pagar) atau bahasa kerennya hastag kids zaman now (#kidszamannow).

Sebetulnya apa sih kids zaman now itu ? Kids zaman now adalah kata kata yang mengandung unsur bahasa inggris kids dan now yang berarti “anak – anak sekarang (memberikan keterangan waktu) ” dan unsur bahasa Indonesia zaman (juga memberikan keterangan waktu), bila di gabungkan menjadi anak-anak zaman sekarang, betul si tapi mungkin penggunaan bahasanya akan membingungkan tatanan bahasa kita, lalu? Biarkan saja para ahli bahasa yang membahasa itu karena saya bukan ahli bahasa. Seperti yang sudah sama-sama kita ketahui di seluruh Indonesia, asia tenggara, atau bahkan dunia istilah kids zaman now adalah istilah yang di tujukan kepada mereka si generasi z yaitu generasi yang lahir pada rentan tahun 1995 – 2010 (Alhamdulillah penulis tidak termasuk) yang memiliki perilaku yang nyeleneh. Bagaimana tidak di katakan nyeleneh mereka para kids zaman now lebih akrab dengan identitas mayanya, entah dengan hastag atau dengan awalan @, selain itu mereka adalah anak-anak yang suka bercanda dan out of the box seperti menjawab pertanyaan diluar dugaan atau sering menggunakan bahasa yang mereka sebut kekinian seperti bikes, kzl, baper, bagasi dan masih banyak lagi.

Mereka yang disebut- sebut sebagai kids zaman now juga sering sekali selfi dan mengobral ekspresi cinta yang berlebihan seperti certa saya diatas (Yang mencabik-cabik hati dan perasaan penulis, lebay.com) diusia yang masih bau kencur mereka sudah panggil papa mamah, lamaran, preweed bahkan kalau putus mereka lebih mengerikan dari orang dewasa ada yang rasanya ingin mati lalu selfi sambil tidur di jalan raya, ada yang manjat tiang, atau bahkan pingsan di jalanan. Para kids zaman now lebih tertarik dengan tontonan di dumay (dunia maya) atau mencitrakan diri di medsos, lalu baca buku pelajarannya kapan nak? Para kids zaman now ditengarai malas membaca buku, kemampuan literasi mereka sangat rendah dan cendrung gagal fokus (penulis juga suka gagal fokus kalo kurang air mineral), bagi mereka buku adalah sebuah benda yang kurang kekinian.

Kids zaman now sangat mendewakan angka-angka, dalam pelajaran matematika? kalau itu sudah pasti bikin guru senang, anak di generasi z ini sangat mementingkan angka –angka like, follower, share dan sebagainya di dumay bagi mereka punya 1 juta follower itu lebih penting dari pada nilai tuntas di sebuah mata pelajaran dan jangan heran mereka bisa jadi pengikut selebritas di medsos dengan harapan ketularan tenar. Kids zaman now merupakan generasi yang rapuh karena hobinya membuat postingan di dumay lalu disanalah mereka membuat status yang meratap-ratap, mengharu biru berharap statusnya di like, selain itu mereka adalah generasi pembosan yang cepat berubah kesukaannya mengikuti tren kekinian yang mereka gadang-gadangkan. Yang paling memprihatinkan dari mereka adalah rentan terpapar penyakit psikologis didalam maraknya fenomena kids zaman now ini terdapat ganguan psikologis yang dapat berbahaya bagi perkembangan para kids zaman now, kebutuhan pengakuan sebagai seorang remaja yang berlebihan membuat mereka rela melakukan apapun demi memperoleh penghargaan penting di dumay 1000 like, 10 jt follower dan sebagainya lebih dari itu, perkembangan dunia digital saat ini membuat mereka memilik ketakutan besar hidup tanpa posel atau yang disebut dengan nomofobia. Hal-hal selanjutnya yang mungkin saja bisa terjadi demi mendapatkan si smartphone ini yang sudah menjadi candu bagi mereka, mereka akan mampu melakukan hal-hal maladaptive untuk memperoleh keinginannya tersebut. Melihat kenyataan diatas lantas sudah kah kita sebagai generasi pendahulu bercermin, secara langsung atau tidak langsung asal mula mereka para kids zaman now menjadi sekacau sekarang tidak sepenuhnya kesalahan mereka, banyak sekali yang mempengaruhi kepribadian mereka.

Anak adalahhadiah paling indah dari Allah untuk orang tua, anak yang dilahirkan ibarat lembaran putih, kosong, bersih lalu bagaimana ia tumbuh, seperti apa ia berkembang, dan bagaimana karakternya tergantung pada orang tua, lingkungan dan pendidikan yang menulis lembaran tersebut. “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah , maka kedua orang tuannyalah yang membuat dia (memiliki karakter) yahudi, atau (memiliki karakter) nasrani atau (memiliki karakter ) majusi “ (Hr.Muslim)
Mengingat kembali para kids zaman now berada pada rentan usia remaja, sudah semestinya kita sebagai pihak yang turut serta mewarnai kehidupan mereka tidak menertawai suramnya masa depan mereka atau melempar kebencian dengan posingan-postingan mereka yang menurut kita nyeleneh. Bagi kita para pendidik menyikapi generasi kids zaman now merupakan tantangan yang cukup besar mungkin lebih sulit dari sekedar menyelesaikan rintangan di benteng takeshi (kayak bisa aja). Mengembalikan generasi zaman z kepada fitrahnya tanpa memerangi mereka secara frontal bukanlah hal yang mudah, menyikapi perilaku kids zaman now tentu kita harus punya gaya kekinian guna beradaptasi dengan mereka yaitu dengan menjadi teacher zaman now (bukan guru yang memiliki kelakuan nyeleneh ya).

Menjadi guru ditengah mereka para anak-anak ku yang sedang disebut disebut
sebagai kids zaman now, yang kehidupannya dimudahkan dengan sentuhan jari, yang keberadaannya butuh di akui dengan jutaan like dan jutaan follower, yang tiap kali peraasaannya di update di facebook, ekspresinya dibagikan di instagram, keberadaannya terlihat di path tentu aku ibu guru mu (cie) juga harus selalu update dengan hal itu semua. Ya, kita sebagai pendidik tentu harus selangkah didepan di
banding anak-anak kita seperti memiliki instagram, facebook, path dan teman temannya untuk mengawasi , mengarahkan dan menjadi contoh yang baik dalam bermedsos. Kita dapat melakukan pendekatan baik secara klasikal sampai personal dengan gaya kekinian. Jika mereka mencintai dunia maya maka gunakan itu sebagai wadah pendekatan kepada siswa atau menyampaikan pesan-pesan yang kita ingin sampaikan pada mereka, Membeikan pengarahan mengenai cara menyikapi dan
memanfaatkan media social beserta aplikasi pendukung nya dengan baik. Guru dapat memberi contoh bagaimana agar media sosial menjadi sarana dalam menebar kebaikan seperti membuat status yang berisi kebaikan atau memberi pesan yang baik melalui broadcast, menuliskan quotes positif, menjadikan smartphone sebagai sarana pengingat dalam beribadah dan berdakwah, dan mengajak mereka menjauhi hal-hal yang berbau pornografi, kekrasan dan hal negative lainnya.

Dari itu semua tentu kita pendidik tidak dapat bekerja dan berjuang sendiri. Cara terbaik ialah mengajak para orang tua sebagai pendidik yang pertama dan yang utama dalam menyikapi keberadaan kids zaman now untuk sinergi bekerjasama dalam mengawasi dan membatasi penggunaan smartphone pada anak-anak kesayangan kita. Menghilangkan kan smartphone dari kehidupan si buah hati di era
digital rasanya seperti memakan buah si malakama yang memiliki imbas yang kurang baik. Tetapi dengan pengawasan yang ketat dan bimbingan yang dilakukan secara kontinyu dan konsisten akan membantu kita merubah para kids zaman now kejalan yang benar. Penanaman karakter dan pendidikan agama sejak dini sangat berperan penting dari seluruh upaya yang telah kita lakukan, selain itu memberi contoh kepada anak secara langsung merupakan pembelajaran yang paling utama dapat diterima oleh anak.

Akhir kata tentunya kita sebagai pendidik dan orang tua ingin menjadikan anak-anak kita sebagai genersi penerus bangsa yang berakhlak baik, tanggung, cerdas. Marilah kita bersama-sama menumbuhkan kecintaan buah hati kita kepada agama dan Al qur’an sejak dini. Mari semarakan dan ubah pandangan buruk tetang arti negative dari istilah kids zaman now dengan arti yang lebih positif “bukan kids zaman now kalo hafalan qur’an nya ga nambah-nambah”, atau “bukan kids zaman now kalo
ga update baca buku pelajaran”, atau “kids zaman now itu sholatnnya ga bolong –bolong” bisa juga “lagi belajar untuk ulangan besok #kelakuaankidszamannow”. Jadilah wadah pendidikan yang pola mendidiknya disesuaikan dengan zamannya. Tulisan dari sesorang yang sedang belajar menjadi guru #teacherzamannow#pendidikanzamannow.

Dalam Rangka HUT Guru 2017 Sekolah Berbasis Qurani Izzati

Refrensi :
Blogspot.com
Geotimes.co.id
Charuban.com
Gurusiana.id